
Apa
yang diberitakan di TvOne tentang kasus Senyerang Jambi yang
menyudutkan petani tidaklah sesuai dengan fakta di lapangan. Dalam
berita yang disiarkan TV One, tadi pagi menyebutkan bahwa petani
menduduki pos polisi, tidaklah benar. Yang benar adalah aksi petani Desa
Senyerang, Tanjungjabung Barat, Jambi menduduki tanah yang dirampas PT
Wira Karya Sakti (WKS).
Aksi itu terpaksa dilakukan oleh petani
karena pemerintah gagal dalam memberikan perlindungan kepada petani.
Sehingga ribuan hektar tanah masyarakat Desa Senyerang, berhasil diambil
paksa oleh PT WKS yang mendapat perlindungan dari Kementerian Kehutanan
dan aparat kepolisian.
Ribuan Petani dari Desa Senyerang yang
tergabung dalam Persatuan Petani Jambi (PPJ) kembali melakukan aksi
pendudukan lahan dan tanah adat yang telah dirampas anak perusahaan
Sinarmas Forestry tersebut. Aksi pendudukan lahan ini sudah berlangsung
selama 3 minggu lebih dan belum ada solusi dari pemerintah. Aksi ini
berada di atas tanah kanal 14-19. Untuk menuju lahan yang akan diduduki,
para petani terpaksa membangun jembatan darurat di kanal 19 yang
sengaja diputus pihak perusahaan, sejak tahun 2010 yang lalu.
Aksi pendudukan ini, dipicu oleh
tumpukan kekecewaan petani Senyerang terhadap janji-janji yang pernah
ucapkan Pemerintah dalam setiap upaya perjuangan yang dilakukan. Baik
Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Pemerintah Propinsi Jambi
maupun Kementrian Kehutanan. Bahkan, yang terakhir sudah ditangani oleh
Dewan Kehutanan Nasional.
Konflik antara petani Senyerang dengan
PT. WKS sebenarnya sudah berlangsung cukup lama, sejak tahun 2001,
berawal dari dikeluarkannya Perda No. 52 oleh Bupati Tanjung Jabung
Barat, Usman Ermulan. Bupati yang kini kembali menjabat tersebut
merekomendasikan pengalih-fungsian kawasan kelola rakyat seluas 52.000
hektar yang berstatus Areal Penggunaan Lain (APL) menjadi Kawasan Hutan
Produksi (HP), dan selanjutnya diserahkan kepada PT. WKS guna dikelola
menjadi bisnis Hutan Tanaman Industri (HTI).
Berbekal Surat Keputusan Menteri
Kehutanan No. 64/Kpts-II/2001, tanpa proses perundingan dengan
masyarakat, PT WKS menggusur lahan petani dan tanah adat masyarakat
Senyerang dan sekitarnya untuk kemudian ditanami tanaman
akasia-ekaliptus. Pada saat itu, aktifitas pembukaan lahan oleh
perusahaan dilakukan dengan cara-cara kekerasan, dikawal oleh aparat
Kepolisian/TNI dan preman bayaran.
Petani Senyerang akan terus berjuang
menduduki lahan dan menanam tanaman cepat tumbuh dan menghasilkan
diatasnya. Setelah berhasil menduduki dan menanami satu kanal, petani
akan menduduki dan menanami kanal yang lainnya. Perjuangan petani
Senyerang tidak akan berhenti sampai ada itikad baik dari Perusahaan dan
Pemerintah untuk memenuhi tuntutan petani. Lahan seluas 7.224 Ha yang
terletak dari kanal 1 sampai kanal 19 yang dirampas PT. WKS tersebut
harus kembali seutuhnya.
Karena lahan tersebut adalah satu-satunya
kawasan kelola rakyat Senyerang yang masih tersedia untuk memperbaiki
tarap hidup dan mengembangkan diri. Kini dan di masa depan. Oleh karena itu melalui siaran pers ini,
kami bermaksud meluruskan masalah dan meminta kepada Media massa agar
bertindak adil dan tidak memojokkan perjuangan petani mendapatkan
tanahnya.
Demikian Siaran Pers ini disampaikan kepada semua pihak untuk menjadi perhatian bersama. Terima kasih.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar