Shodiq Ramadhan

H. Ali Badri (Ketua Gabungan Umat Islam Jawa Timur)
Front Pembela Islam (FPI) adalah suatu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang paling konsisten dalam perjuangan.
Saya lihat FPI, kalau hendak bergerak untuk menanggulangi kemaksiatan, tidaklah ngawur. Melainkan dengan terlebih dahulu berkoordinasi mulai dari tingkat RT, RW.
Front Pembela Islam (FPI) adalah suatu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang paling konsisten dalam perjuangan.
Saya lihat FPI, kalau hendak bergerak untuk menanggulangi kemaksiatan, tidaklah ngawur. Melainkan dengan terlebih dahulu berkoordinasi mulai dari tingkat RT, RW.
Tidak mendapat tanggapan, koordinasi dinaikkan ke
Kepala Kelurahan, kemudian ke Camat.
Tidak juga mendapat tanggapan dan
tindakan, koordinasi ditingkatkan ke Bupati/Walikota ataupun sampai
tingkat Gubernur.
Jika tetap tidak memperoleh tindak lanjut yang
signifikan, FPI baru melangkah bertindak membereskan tempat-tempat
praktik kemaksiatan, perjudian dan minuman keras yang sangat mengganggu
masyarakat.
Kalau itu kemudian dilihat sebagai tindakan yang anarkhis, ya nggak betul itu.
Kalau itu kemudian dilihat sebagai tindakan yang anarkhis, ya nggak betul itu.
Banyak tindakan yang dilakukan pihak-pihak lain, yang
sebenarnya ngawur dan lebih anarkhis dibanding dengan yang dilakukan
FPI. Kenapa mereka tidak dituding telah melakukan tindakan anarkhis.
Kalau oknum FPI terbukti telah berbuat salah, tindak saja oknum itu, dengan tindakan yang dibenarkan oleh hukum, bukan kemudian mendorong agar FPI sebagai lembaga untuk dibubarkan.
Kalau oknum FPI terbukti telah berbuat salah, tindak saja oknum itu, dengan tindakan yang dibenarkan oleh hukum, bukan kemudian mendorong agar FPI sebagai lembaga untuk dibubarkan.
Umpama Polisi saat ini
sedang disidangkan anggota polisi di Jawa Timur karena terlibat
pembunuhan.
Betul demikian, ada anggota polisi yang berbuat salah,
diusut tuntas secara hukum.
Jika terbukti bersalah, oknum polisi itu
yang diganjar hukuman, bukan kemudian kepolisiannya sebagai lembaga yang mesti dibubarkan
Media massa baik cetak maupun elektronik di Indonesia, umumnya melihat miring terhadap FPI, dan telah menebarkan bibit kebencian terhadap FPI.
Media massa baik cetak maupun elektronik di Indonesia, umumnya melihat miring terhadap FPI, dan telah menebarkan bibit kebencian terhadap FPI.
Karena media massa ini, bisa dikatakan 95 % di miliki ataupun digawangi
oleh pihak-pihak non Muslim.
Karena itu, mana pernah mereka meng-cover apa yang sebenarnya telah dilakukan oleh FPI; seperti ketika terjadi bencana tsunami di Aceh.
Karena itu, mana pernah mereka meng-cover apa yang sebenarnya telah dilakukan oleh FPI; seperti ketika terjadi bencana tsunami di Aceh.
Ketika itu, FPI mendirikan tenda di Taman Makam Pahlawan (TMP) dan
Tempat-tempat Pemakaman Umum (TPU); Sukarelawan FPI siang-malam bekerja
menguburkan ratusan hingga ribuan mayat korban.
Mereka tetap bertahan
dan bekerja dengan gigih, tanpa pamrih untuk kemanusiaan hingga tuntas,
tidak memperdulikan sukarelawan dari pihak lain yang telah menghentikan
program pertolongannya.
Mereka media massa itu juga tidak pernah meng-cover yang dilakukan FPI disaat bencana gempa melanda Sumatra Barat, juga bantuan kemanusian ke Poso, Ambon serta dibanyak kesempatan yang lain.
Mereka media massa itu juga tidak pernah meng-cover yang dilakukan FPI disaat bencana gempa melanda Sumatra Barat, juga bantuan kemanusian ke Poso, Ambon serta dibanyak kesempatan yang lain.
Sekarang, terkait yang terjadi di Kalimantan Tengah. Fakta benar-benar telah diputar balikkan oleh mereka.
Mana ada yang memberitakan secara benar tentang latar belakang Realita sosial; bahwa, masyarakat Kalimantan Tengah, dalam rangka mencari keadilan kemudian meminta bantuan advokasi (gratis) kepada FPI untuk menyelesaikan persoalan pemilikan tanah.
Ketika bantuan itu hendak dilaksanakan, harus berhadapan dengan Rekayasa Sosial yang dibangun oleh “geng-geng” juga “preman” di sana, yang diantaranya ada “geng” narkoba, penjudi serta yang lain dari barisan kemaksiatan.
Bagian lain H. Ali Badri, secara khusus menilai pribadi KH. Habib Rizieq Shihab, Ketua Umum DPP Front Pembela Islam, sebagai pimpinan yang patut menjadi contoh. Dia pernah ditahan, tetapi menolak remisi yang ditawarkan.
Puluhan kali Dia ke Jawa Timur dan Madura dalam berbagai kesempatan memberikan pengajian. Tidak ada satu unsurpun di Jawa Timur ini yang menolak kehadirannya.
Saya ikuti pengajiannya, juga berbagai tulisannya. Meyakinkan kami FPI, sejalan dengan kami untuk berjuang mewujudkan Islam yang Rahmatan lil ‘alamin.
MUI Jawa Timur
Karena itu, kata H. Ali Badri, semua LSM di Jawa Timur; tidak terbatas dari Gabungan Umat Islam Bersatu, tetapi juga diantaranya dari Anshor dan MUI, semua solid, memberi dukungan kepada FPI.
Pernyataan dukungan itu, dari Anshor, dinyatakan sendiri oleh Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Anshor Jawa Timur, KH. Ja’far Shoddiq, demikian pula dari MUI, juga dinyatakan sendiri oleh Ketua MUI Jawa Timur KH. Abdushomad Buchori.
Secara terpisah berbicara di telepon, KH. Abdushomad Buchori, membenarkan, mendukung eksistensi FPI.
Karena dalam gerak langkahnya selama ini, FPI, baik di tingkat pusat maupun di daerah khususnya Jawa Timur, aktif berkoordinasi dengan MUI.
Dan yang lebih penting lagi FPI, tetap mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan menjadikan satu tujuan dari langkah perjuangannya adalah untuk menjaga keutuhan NKRI.
Pada bagian lain KH. Abdushomad Buchori mengungkap, MUI Jawa Timur hingga saat ini terus mendesak untuk terwujudnya fatwa haram (terlarang) terhadap aliran Syi’ah di Indonesia.
Selain juga disampaikan beberapa keprihatinan diantaranya, adanya rencana Presiden SBY hendak meminta maaf kepada keluarga korban pembantaian PKI di tahun 1965 dengan segala konsekuensinya.
Diungkapkan pula keprihatinan lain; tentang keberanian kaum gay dan lesbi berpawai di sebuah kota di Madura.
Bahkan, terdapat dua aktifis (sekaligus pelaku gay dan lesbi) dari lingkungan Universitas Airlangga Surabaya, telah lolos seleksi administratif sebagai calon anggota Komnas HAM.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar